BAB XI
VARIETAS HIBRIDA DAN SINTETIK
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk menghasilkan varietas hibrida secara konvensional, dan telah berkembang di Amerika serikat sejak tahun 1930-an.
Tahun 1908, G.H. Shull pertama kali menemukan bahwa persilangan sendiri (selfing) pada tanaman tanaman jagung mengakibatkan terjadinya depresi inbreeding, sedangkan persilangan dua tetua homosigot menghasilkan F1 yang sangat vigor. Pada dasarnya, dalam suatu persilangan antara dua tetua dapat dijumpai bahwa penampilan keturunan F1 merupakan rata-rata dari penampilan kedua tetuanya, sehingga penampilan F1 tersebut bersifat aditif. Apabila penampilan F1 lebih baik daripada rata-rata penampilan kedua tetuanya atau bahkan jauh lebih baik, maka penampilan F1 bersifat heterosis, dan jika lebih tegar penampilan F1 maka dikatakan hybrid vigor.
Pada tanaman menyerbuk sendiri, di antara tanaman segregasi dari persilangan antara dua tetua sering dijumpai beberapa individu keturunan yang mempunyai karakter lebih baik dibandingkan dengan kedua tetuanya dalam karakter produksi dan kualitas hasil. Karakter superioritas yang ditampilkan ini disebut transgressive segregation. Jadi, transgressive segregation adalah individu keturunan hasil segregasi baik pada F2 maupun segregasi pada generasi lanjut yang menunjukkan sifat lebih superior dibandingkan kedua tetuanya. Selanjutnya hybrid vigor adalah penampilan F1 langsung sebagai hasil persilangan yang lebih baik dari kedua tetuanya.
Heterosis
- Arti dan perkembangannya
Fenomena heterosis merupakan aksi dan interaksi gen-gen dominan yang baik yang terkumpul dalam satu genotip F1 sebagai hasil persilangan dua tetua. Persilangan antar individu yang berbeda homosigot akan menghilangkan penampilan karakter yang tidak baik, sekaligus memunculkan akumulasi gen-gen dominan dengan sifat baik yang selanjutnya menimbulkan fenomena heterosis.
Gejala heterosis dapat diukur berdasarkan penampilan karakter, seperti tinggi tanaman, hasil, kandungan minyak dan protein. Terdapat tiga cara pendugaan kuantitatif heterosis, yaitu :
- Heterosis rata-rata tetua (mid-parent heterosis), yaitu penampilan hibrida dibanding penampilan rata-rata kedua tetua.
h = x 100%
- Heterosis tetua tertinggi (high-parent heterosis)
h = x 100%
- Perbandingan antara tetua rata-rata F1 dengan rata-rata F2 dari hibrida yang bersangkutan
h = x 100%
di mana : = rata-rata penampilan hibrida
= rata-rata penampilan populasi F2 hibrida yang bersangkutan
= rata-rata penampilan tetua pertama
= rata-rata penampilan tetua kedua
= rata-rata penampilan tetua tertinggi
Pada tahun 1763 Koelreuter menemukan tanaman tembakau hibrida, kemudian pada tahun 1880 Beal melaporkan varietas hibrida pada jagung yang lebih baik dan produktif dibanding kedua tetuanya. Pada tahun 1904, Shull melakukan penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri pada tanaman jagung ternyata memperoleh hasil yang menarik dan merupakan awal studi tentang silang dalam (inbreeding). Shull melaporkan bahwa terjadi penurunan sifat setelah penyerbukan sendiri, namun apabila dilakukan penyerbukan silang di antara galur-galur silang dalam ternyata keunggulannya tumbuh kembali. Masalah ini juga menarik perhatian para peneliti, sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa silang dalam pada tanaman menyerbuk silang dapat menurunkan keunggulan. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh pengaruh meningkatnya homosigositas pada tanaman.
Pada tahun 1908, Shull dan East secara terpisah mengusulkan hipotesis tentang heterosis. Menurut anggapan mereka, terjadinya heterosis ini disebabkan oleh adanya rangsangan fisiologis terhadap pertumbuhan, yang makin meningkat dengan makin besarnya perbedaan gamet yang menyatu. Oleh karena itu mereka mengusulkan istilah rangsangan heterosigot (stimulus of heterozygosis) dan istilah heterosis. Penggunaan istilah ini bersaing selama bertahun-tahun dengan teori yang mendasarkan penemuan Mendel yakni dikaitkan dengan teori dominansi dan dikenal dengan hipotesis over dominan dari heterosis.
Pada saat ini istilah heterosis disamakan dengan keunggulan hibrida (hybrid vigor). Namun pada mulanya Whaley tahun 1944 mengusulkan bahwa heterosis dan keunggulan hibrida berbeda artinya. Heterosis berarti rangsangan perkembangan yang disebabkan oleh bersatunya gamet yang berbeda, sedangkan keunggulan hibrida merupakan manifestasi dari heterosis.
- Dasar Genetik
Sampai saat ini terus dilakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas tentang penyebab gejala heterosis. Dugaan awal bahwa terjadinya heterosis diakibatkan adanya suatu enzim yang dihasilkan oleh allel yang heterosigot dapat mengendalikan penampilan tanaman yang bersangkutan. Kemudian, ada tiga teori yang menerangkan terjadinya heterosis atas dasar genetiknya, yaitu :
- Heterosigositas dalam arti over dominan, yaitu nilai lebih dari hibrida dibanding kedua tetuanya, akibat adanya interaksi antara gen dalam lokus, misalnya Aa x AA atau aa. Seperti diketahui dari persilangan dua tetua dapat dihasilkan hibrida yang kemungkinan nilainya separuh kedua tetuanya (intermediat), atau mendekati nilai salah salah satu tetuanya disebut dominan. Pada dominan baik parsial maupun penuh juga terjadi interaksi antara gen, tetapi pada over dominanmasing-masing gen mempunyai fungsi berlainan sehingga menambah nilai interaksi tersebut.
P1 X P2
(aabbCCDD) (AABBccdd)
1+1+1½+1½=5 1½+1½+1+1=5 nilai fenotip
AaBbCcDd
2+2+2+2=8
- Akumulasi gen dominan. Menyatakan bahwa heterosis muncul sebagai akibat adanya aksi dan interaksi dari gen-gen dominan. Menurut teori ini, gen pendukung pertumbuhan dan keunggulan dalam keadaan dominan, sedangkan gen yang merugikan dalam keadaan resesif. Apabila dilakukan persilangan antara dua tetua, kemungkinan gen dominan dari satu tetua menambah dominan dari tetua lain sehingga pada F1mempunyai gen dominan lebih banyak dari kedua tetuanya. Makin banyak gen pendukung dominan, makin meningkat keunggulannya.
P1 X P2
(AabbCCdd) (aaBBccDD)
2+1+2+1=6 1+2+1+2=6 nilai fenotip
AaBbCcDd
2+2+2+2=8
- Interaksi antara alel berbeda lokus. Interaksi ini memberi nilai lebih karena hasil penambahan dan perkalian dari gen dominan pendukung keunggulan karakter. Semula disimpulkan bahwa keunggulan ini disebabkan karena persilangan antara individu yang mempunyai perbedaan susunan genetik. Tetapi setelah diadakan penelitian lebih lanjut, keunggulan karakter tersebut diakibatkan adanya interaksi antara gen dominan dari lokus berlainan.
- Fisiologi Heterosis
Keunggulan suatu sifat kuantitatif berkembang dengan peran banyak gen pendukungnya. Masing-masing sifat pendukung ini dapat menunjukkan keunggulan karena heterosis dari gen pengendalinya. Dengan demikian akan memberi pengaruh pada pertumbuhan yang lebih baik dan akhirnya akan menunjukkan nilai lebih pada sifat kuantitatif tadi, misalnya produksi. Hal ini menjelaskan bahwa peran masing-masing sifat tidak hanya dari segi morfologisnya tetapi juga kemampuan fisiologisnya. Misalnya biji yang lebih besar, makin cepat berkecambah, makin besar jumlah anakan, makin tahan terhadap lingkungan ekstrim akan memberi kemungkinan berproduksi lebih baik.
- Depresi inbreeding
Silang dalam (inbreeding) adalah perkawinan antara individu yang mempunyai hubungan genetik lebih dekat dibanding kawin acak atau dapat dikatakan perkawinan antara saudara sekerabat. Istilah ini diperuntukkan untuk tanaman menyerbuk sendiri dan tanaman menyerbuk silang. Inbreeding akan mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterosigot, frekuensi yang homosigot bertambah, dan genotip heterosigot berkurang. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan sifat-sifat tanaman, terutama pada tanaman menyerbuk silang, atau disebut juga depresi inbreeding.
Gambar 11.1. Persentase homosigositas tanaman jagung pada generasi berurutan melalui penyerbukan sendiri, penyerbukan saudara kandung dan penyerbukan saudara tiri
Secara umum efek dari inbreeding pada tanaman adalah :
- Timbul keragaman fenotip, penampilan tanaman kurang baik dibanding tanaman tetuanya, seperti produktivitas lebih rendah, tanaman lebih pendek, defisiensi klorofil yang nampak dengan timbulnya noda-noda pada daun tanaman. Keragaman fenotip sangat berguna untuk memilih tanaman yang dkehendaki.
- Inbredingdalam beberapa generasi akan mengakibatkan adanya perbedaan antar galur, tetapi antar tanaman dalam galur yang sama akan semakin seragam.
- Ciri utama akibat inbreedingadalah berkurangnya vigor yang diikuti oleh menurunnya produktivitas, dan ini berhubungan erat dengan menurunnya tinggi tanaman, berat biji dan karakter lain. Menurunnya produktivitas akan berlangsung terus meskipun pengurangan ukuran tanaman sudah tidak nampak.
- Adanya perbaikan dalam populasi dan perbaikan galur (recycle breeding), penampilan galur semakin baik, sehingga diperoleh galur dengan hasil lebih baik, tanaman tegap, daun hijau, tahan rebah, tahan hama dan penyakit tanaman.
Gambar 11.1 memperlihatkan persentase homosigositas pada tanaman jagung. Generasi keempat pada silang diri (selfing) hampir sama dengan 10 generasi silang saudara tiri (half sib). Melalui penyerbukan sendiri, pada generasi ke delapan telah tercapai 100% homosigositas (dengan peluang 99,6%), yang berarti terbentuk galur murni. Namun adakalanya terjadi segregasi lambat, sehingga karakter yang ditentukan oleh gen resesif baru nampak pada generasi lanjut. Hal ini terlihat pada penurunan hasil biji dengan silang diri yang masih terus berlangsung, walaupun sudah mencapai generasi lanjut. Pada generasi 6-10, penurunan hasil 53% dan pada generasi 25-30 mencapai 79%. Galur-galur murni tersebut pada umumnya telah stabil dalam karakter morfologi dan fisiologi, sehingga tidak akan terjadi lagi kehilangan vigor. Dengan demikian dapat dikatakan genotipnya dapat dipertahankan sampai waktu yang tidak terbatas.
Penurunan sifat pada inbreeding secara genetik dapat dijelaskan bahwa pada inbreeding susunan genetik mengarah ke homosigot. Perubahan dari heterosigot ke homosigot menyebabkan terjadinya penurunan sifat tanaman, sebagai akibat makin banyak pasangan gen pada kromosom yang menjadi homosigot. Walaupun inbreeding menyebabkan terjadinya penurunan sifat, tetapi mempunyai arti penting dalam pemuliaan tanaman, yaitu untuk mendapatkan galur penghasil biji hibrida melalui persilangan di antara galur inbreeding (inbreed line) dan untuk memperoleh tanaman yang digunakan sebagai tanaman penguji terhadap tanaman lain yang dievaluasi kemampuannya. Untuk mendapatkan tanaman yang dimaksud di atas perlu dilakukan inbreeding terus menerus agar homosigot terjadi pada semua pasangan allel. Tanaman yang mempunyai genotip homosigot akan lebih mudah mempertahankan genotipnya.
- Langkah Pembuatan Varietas Hibrida
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara beberapa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Istilah varietas hibrida digunakan untuk menunjukkan populasi F1 yang dikembangkan untuk penanaman tanaman komersial. Populasi F1 diperoleh dengan hibridisasi atau perkawinan silang antara varietas menyerbuk bebas, galur inbrida, klon-klon atau populasi lain yang secara genetik tidak sama. Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk menghasilkan varietas hibrida secara komersial, dan telah dikembangkan di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an. Setelah berhasil membuat varietas hibrida jagung (tanaman menyerbuk silang), program pemuliaan untuk memperoleh varietas hibrida dari tanaman menyerbuk sendiri mulai dirintis. Pada tahun 1940, berhasil dibuat varietas hibrida untuk tanaman tomat dan shorgum.
Keunggulan varietas hibrida disebabkan oleh peristiwa heterosis, yaitu populasi F1 yang mempunyai sifat unggul jika dibandingkan dengan tetuanya. Oleh karena varietas ini merupakan tanaman F1, maka untuk menghasilkan biji selalu harus melalui persilangan. Pada tanaman menyerbuk silang lebih mudah pelaksanaannya, misalnya pada tanaman jagung hanya membuang bunga jantan (tassel) dari tanaman yang dijadikan induk dengan jalan memotongnya.
Pada tanaman menyerbuk sendiri pembuatan varietas hibrida lebih sulit dilakukan, karena tepung sari berdampingan atau menutup kepala putik, sehingga diperlukan perlakuan emaskulasi. Pelaksanaan emaskulasi menjadi sulit dan membutuhkan banyak tenaga dan waktu. Perlakuan emaskulasi perlu mempertimbangkan waktu dan tenaga untuk melaksanakan persilangan menggunakan tangan. Oleh karena itu, pekerjaan ini akan efektif apabila dari sekali persilangan diperoleh jumlah biji cukup banyak, misalnya untuk tanaman tomat, tembakau, cabai dan tanaman sayur lainnya. Hambatan dalam menghasilkan varietas hibrida pada tanaman menerbuk sendiri dapat diatasi dengan menggunakan tanaman yang mempunyai tepung sari steril. Tanaman tersebut dapat dijadikan induk dalam persilangan, sehingga tidak diperlukan lagi perlakuan emaskulasi.
Keunggulan varietas hibrida dapat ditunjukkan dengan bermacam bentuk. Secara morfologi menunjukkan sifat lebih, misalnya biji besar, anakan lebih banyak, malai atau polong lebih besar dan lain-lain. Secara fisiologi varietas hibrida mempunyai ketahan terhadap cekaman lingkungan biotik maupun abiotik.
Terdapat tiga langkah dalam pembentukan varietas hibrida :
- Membentuk galur inbrida dengan melakukan persilangan beberapa generasi silang dalam (inbreeding) pada spesies tanaman menyerbuk silang.
- Penilaian galur inbrida berdasarkan uji daya gabung umum dan daya gabung khusus untuk menentukan kombinasi-kombinasi varietas hibrida.
- Menyilangkan pasangan galur murni yang tidak berkerabat untuk membentuk varietas hibrida F1.
Terdapat beberapa jenis varietas hibrida, misalnya pada tanaman jagung, yaitu silang puncak, silang tunggal, modifikasi silang tunggal, silang tiga jalur dan silang ganda (Tabel 11.1). Hibrida silang ganda memiliki hasil lebih rendah dan fenotip tanaman kurang seragam dibanding silang tunggal. Hibrida silang tunggal memiliki hasil daya adaptasi lingkungan yang tinggi. Untuk membuat silang ganda diperlukan dua hibrida silang tunggal dan empat galur inbrida yang berbeda dan hasilnya tinggi. Untuk pembentukan hibrida silang tiga jalur diperlukan satu hibrida silang tunggal dan satu inbrida.
Tabel 11.1. Jenis hibrida
Sistem | Jenis hibrida | Persilangan |
Dua tetua
Tiga tetua
Empat tetua | Silang tunggal Silang puncak Silang varietas Modifikasi silang tunggal Silang puncak ganda Silang tiga jalur Modifikasi silang tiga jalur Silang ganda | A x B A x Var 1 Var 1 x Var 2 (A x A’) x B (A x B) x Var 1 (A x B) x C (A x B) x (C x C’) (A x B) x (C x D) |
Keterangan : Var = varietas berdari bebas; A’ = galur sedarah (sister line) A
C = galur sedarah (sister line) C’
Gambar 11.2. (a) Silang tunggal, (b) Silang tiga jalur
Gambar 11.3. Silang ganda
- Persilangan Diallel
Persilangan diallel digunakan untuk menguji daya gabung tetua yang akan dijadikan calon tetua. Daya gabung dapat diartikan sebagai kemampuan genotip (tetua) untuk memindahkan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Terdapat dua macam daya gabung yaitu daya gabung umum (general combining ability = gca) dan daya gabung khusu (spesific combining ability = sca). Teori ini mempunyai arti penting dalam uji keturunan dan banyak digunakan dalam program pemuliaan.
Daya gabung umum diartikan sebagai kemampuan suatu genotip untuk menunjukkan kemampuan rata-rata keturunan jika disilangkan dengan sejumlah genotip lain, termasuk persilangan sendiri genotip itu. Apabila penampilan rata-rata keturunan tinggi dibandingkan tetua atau genotip lain, maka disebut daya gabung umumnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Apabila dikaitkan dengan analisis ragam, maka daya gabung umum dapat disamakan dengan pengaruh rata-rata suatu genotip pada rancangan acak kelompok.
Daya gabung khusus dapat diartikan sebagai kemampuan suatu kombinasi persilangan untuk menunjukkan penampilan keturunan. Apabila nilai daya gabung khususnya tinggi, maka dikatakan bahwa daya gabung khususnya tinggi. Dalam analisis dari rancangan acak kelompok, daya gabung khusus dapat disamakan dengan interaksi genotip-ulangan.
Dalam persilangan diallel, ada beberapa macam analisis yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan dengan jumlah kombinasi yang tergantung dari macam persilangan tetua, yaitu :
- (p x p) kombinasi atau kombinasi lengkap, terdiri dari F1, resiproknya dan penyerbukan sendiri tetuanya.
- p (p-1) kombinasi, terdiri dari F1dan resiproknya.
- 1/2 p (p-1) kombinasi, terdiri dari F1-nya saja.
- 1/2 p (p+1) kombinasi, terdiri dari F1dan penyerbukan sendiri tetuanya.
Penggunaan salah macam diallel tersebut tergantung dari tujuan analisisnya atau dihubungkan dengan penyederhaan analisisnya. Misalnya : untuk menguji tetua sejumlah 10, maka bila digunakan kombinasi lengkap akan diperoleh 100 kombinasi. Untuk penyederhanaannya cukup dianalisis 1/2p (p-1) kombinasi atau 45 kombinasi, jika diketahui tidak ada pengaruh resiprok atau tetuanya.
Untuk analisis diallel dapat digunakan analisis ragam dari rancangan acak kelompok. Dengan rancangan ini, perlakuannya adalah macam tetua. Oleh karena itu, petak percobaan ditanam hasil persilangan di antara tetua yang akan diuji termasuk tetuanya sendiri. Selanjutnya diamati sifatnya, di mana karakter yang diamati adalah karakter kuantitatif. Dari pola percobaan tersebut akan diperoleh tabel analisis varian seperti yang disajikan pada Tabel 11.2.
Dari kuadrat tengah harapan diperoleh :
σ2e = M1 ………………………. σ2e adalah varian lingkungan
σ2DGK = 1/2 (M2 – M1) ………… σ2DGK adalah varian daya gabung khusus
σ2DGU = [M3 – M2]/[r(p-2)] … σ2DGU adalah varian daya gabung umum
Tabel 11.2. Analisis varian tanpa tetua dan resiproknya
Sumber Keragaman | Derajat Bebas | Kuadrat Tengah | Kuadrat Tengah Harapan |
Ulangan | (r-1) | ||
Persilangan -DGU -DGK | [1/2p(p-1)]-1 – (p-1) – [1/2p(p-3)] | M3 M2 | σ2e + r σ2DGK + r(p-2) σ2DGU σ2e + r σ2DGK |
Galat | (r-1)[1/2p(p-1)] | M1 | σ2e |
Dalam hal ini :
σ2DGU = (1/2) σ2A …….. atau σ2A = σ2DGU
σ2DGU = σ2D
Sehingga σ2P = σ2A + σ2D + (1/2) σ2e
Untuk mempermudah pemahaman tentang persilangan diallel, maka diberikan contoh sebagai berikut : hasil pengujian enam galur persilangan diallel pada tanaman tembakau Madura, di mana resiprok dan selfingnya tidak ikut diuji. Parameter yang diuji adalah produksi daun tembakau per hektar setiap persilangan di antara keenam galur. Produksi daun tembakau Madura disajikan pada Tabel 11.3.
Tabel 11.3. Produksi daun tembakau Madura hasil persilangan dialel dari enam galur inbrida
No | Persilangan | Ulangan | Total Yij. | Rata-rata Ӯij. | |
1 | 2 | ||||
1 | A x B | 761 | 768 | 1.529 | 764,5 |
2 | A x C | 742 | 746 | 1.488 | 744 |
3 | A x D | 743 | 735 | 1.478 | 739 |
4 | A x E | 782 | 782 | 1.564 | 782 |
5 | A X F | 729 | 719 | 1.448 | 724 |
6 | B x C | 709 | 701 | 1.410 | 705 |
7 | B x D | 801 | 810 | 1.611 | 805,5 |
8 | B x E | 762 | 765 | 1.527 | 763,5 |
9 | B x F | 761 | 764 | 1.525 | 762,5 |
10 | C x D | 761 | 765 | 1.526 | 763 |
11 | C x E | 712 | 713 | 1.425 | 712,5 |
12 | C x F | 601 | 606 | 1.207 | 603,5 |
13 | D x E | 750 | 753 | 1.503 | 751,5 |
14 | D x F | 812 | 814 | 1.626 | 813 |
15 | E x F | 632 | 631 | 1.263 | 631,5 |
| Total (Y..k) | 11.058 (Y..1) | 11.072 (Y..2) | 22.130 (Y…) | 11.065 (Ӯ…) |
JKulangan =
=
= 16.324.570 – 16.324.563 = 6,53
Tabel 11.4. Persilangan diallel enam galur tembakau Madura
A | B | C | D | E | F | Ӯi.. | |
A | 764,5 | 744 | 739 | 782 | 724 | 3.753,50 | |
B | 705 | 805,5 | 763,5 | 762,5 | 3.801 | ||
C | 763 | 712,5 | 603,5 | 3.528 | |||
D | 751,5 | 813 | 3.872 | ||||
E | 631,5 | 3.641 | |||||
F | 3.534,50 | ||||||
22.130 | |||||||
11.065 |
Ӯi.. = ∑Ӯij. ………….. ӮA.. = 764,5 + 744 + 739 + 782 + 724 = 3.753,5
ӮB.. = 764,5 + 705 + 805,5 + 763,5 + 762,5 = 3.801
ӮC.. = 744 + 705 + 763 + 712,5 + 603,5 = 3.528
………. dan seterusnya
JK Persilangan =
=
= 16.417.124 – 16.324.563
= 92.561
JKTotal =
=
= 16.417.348 – 16.324.563
= 92.785
JKGalat = JKTotal – JKPersilangan – JKUlangan
= 92.785 – 92.561 – 6,53
= 217,47
JKDGU = –
= –
=
= 20.431.276 – 20.405.704
= 25.571,458
JKDGK =
= [
= 16.417.348 – (1/4 x 81.725.103) + (2/20 x 122.434.225)
= 8.085.562 – 20.431.275 + 12.243.422,50
= 20.708,875
Untuk koreksi perhitungan salah atau benar, maka :
JKPersilangan = 2 (SSDGU + SSDGK)
92.561 = 2 (25.571,458 + 20.708,875)
Dari perhitungan di atas, hasil analisis varian disajikan pada Tabel 11.5
Tabel 11.5 . Analisis varian untuk produksi hasil persilangan dialel
Sumber keragaman | DB | Jumlah Kuadrat | Kuadrat Tengah | F hitung | F tabel (5%) |
Ulangan | 1 | 6,53 | 6,53 | ||
Persilangan | 14 | 92.561,00 | 6.611,50 | 425,69** | 2,48 |
Galat | 14 | 217,47 | 15,53 |
Uji F untuk persilangan menunjukkan perbedaan yang nyata untuk peluang 5%. Untuk mengetahui apakah perbedaan nyata tersebut karena pengaruh dari Daya Gabung Umum (DGU) atau Daya Gabung Khusus (DGK), maka SSpersilangan dipecah menjadi SSDGU dan SSDGK. Hasil analisis varian disajikan dalam Tabel 11.6.
Tabel 11.6 . Analisis varian untuk daya gabung (combining ability)
Sumber Keragaman | DB | JK | KT | F hitung | F tabel | EMS |
DGU | 5 | 25.571,46 | 5.114,29 | 658,21** | 2,60 | σ2e + σ2DGK + (p-2) σ2DGU |
DGK | 9 | 20.708,88 | 3.451,48 | 444,21** | 2,65 | σ2e + σ2DGK |
Galat | 14 | 7,77 | σ2e |
KT (Kuadrat Tengah) untuk galat sebesar 7,77 diperoleh dari KT galat pada Tabel 11.5 dibagi dengan 2 yang merupakan jumlah ulangan.
σ2DGK = 20.708,88 – 7,77 = 20.701,11
σ2DGU = = 4.862,58
Seperti yang telah disampaikan di muka, bahwa :
σ2DGU = ( σA2…………….. σA2 = (2) (4.862,58) = 9.725,16
σ2DGK = σD2 ………………… σD2 = 20.701,11
σp2 = σA2 + σD2 + σe2
= 9.725,16 + 20.701,11 + 7,77
= 30.434,04
Untuk mengetahui besarnya pengaruh Daya Gabung Umum (DGU) dan DGK (Daya Gabung Khusus) pada setiap tetua (galur inbrida) dan persilangannya, dapat dihitung sebagai berikut :
DGUi = , maka :
DGUA =
= 1/24 (22.521 – 22.130) = 16,29
Dengan cara yang sama diperoleh :
DGUB = 28,17 DGUE = -11,83
DGUC = -40,08 DGUF = -38,46
DGUD = 45,92
DGKij =
DGKAB = 764,5 – 1/4(3.753,50+3.801) + 2/20(11.065)
= 764,5 – 1.888,50 + 1.106,50 = -17,50
Dengan cara yang sama diperoleh :
DGKAC = 30,13 DGKBF = -49,50
DGKAD = -60,88 DGKCD = 19,5
DGKAE = 39,88 DGKCE = 26,75
DGKAF = 8,50 DGKCF = -55,63
DGKBC = -20,75 DGKDE = -20,25
DGKBD = -6,25 DGKDF = 67,88
DGKBE = 9,50 DGKEF = -55,88
Dari analisis varian menunjukkan bahwa nilai varian aditif (9.725,16) dan dominan (20.701,11) bernilai positif. Pewarisan karakter yang dipengaruhi peran gen aditif dan dominan menunjukkan bahwa upaya pemuliaan varietas dapat diarahkan untuk perakitan varietas galur murni dan varietas hibrida. Apabila pemulia akan membuat persilangan singgle cross, maka persilangan inbrida (D x F) memberikan produksi tertinggi dari 15 singgle cross (Tabel 11.3).
- Cara Memproduksi Varietas Hibrida
Dari hasil pengujian (misalnya: melalui persilangan diallel) dapat ditentukan galur inbrida yang akan dijadikan tetua untuk membuat varietas hibrida, maka diperlukan pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi benihnya. Misalnya, suatu varietas jagung singgle cross merupakan hasil persilangan antara galur inbrida A (sebagai tetua betina) dan galur inbrida B (sebagai tetua jantan), maka kemurnian hibrida ini harus dijaga, karena tanaman jagung adalah tanaman menyerbuk silang, sehingga diharapkan persilangan hanya terjadi antara tetua A dengan tetua B. Untuk menjaga kemurnian hibrida tersebut dapat dilakukan isolasi, baik isolasi jarak dan isolasi waktu berbunga dengan tanaman jagung lain.
Seperti diutarakan dimuka bahwa varietas hibrida tidak hanya dihasilkan dari persilangan sepasang tetua (singgle cross), tetapi juga dihasilkan dari tiga pasang tetua (silang tiga jalur) dan empat tetua (silang ganda). Misalnya untuk membuat hibrida silang ganda, maka dibutuhkan empat galur inbrida A, B, C, dan D. Persilangan terjadi antara tetua A x B dan tetua C x D. Dengan cara ini akan lebih banyak dihasilkan benih karena keturunan silang sepasang mampu memproduksi benih pertanaman, sedangkan dari silang sepasang mampu memproduksi benih pertanaman, sedangkan dari silang sepasang lainnya dapat diharapkan menghasilkan tepung sari berlebihan. Kedua hal ini terjadi karena tanaman heterosigot dari silang sepasang lebih produktif daripada galur murni.
Berikut ini ada beberapa cara untuk memperkirakan produksi dari persilangan dua singgle cross, yaitu :
- Rata-rata dari kedua singgle crossyang disilangkan, misalnya persilangan antara singgle cross (A x B) dan (C x D), perkiraan produksi dari double cross adalah 1/2[(A x B) + (C x D)].
- Rata-rata dari semua kemungkinan singgle crossdari galur inbrida A, B, C, dan D adalah 1/6[(A x B) + (A x C) + (A x D) + (B x C) + (B x D) + (C x D).
- Rata-rata dari semua singgle crossdi luar singgle cross yang dijadikan tetua (non parental singgle cross), yaitu : 1/4 [(A x C) + (A x D) + ( B x C) + ( B x D)].
Sebagai contoh perkiraan produksi tersebut adalah persilangan diallel enam galur inbrida tembakau Madura (Tabel 11.3.).
- Rata-rata dari kedua singgle crossyang disilangkan, misalnya persilangan antara singgle cross (A x B) dan (C x D), perkiraan produksi dari double cross adalah 1/2[(A x B) + (C x D)] = 1/2(764,5 + 763) = 763,75.
- Rata-rata dari semua kemungkinan singgle crossdari galur inbrida A, B, C, dan D adalah 1/6[(A x B) + (A x C) + (A x D) + (B x C) + (B x D) + (C x D) = 1/6 (764,5 + 744 + 739 + 705 + 805,5 + 763) = 753,5.
- Rata-rata dari semua singgle crossdi luar singgle cross yang dijadikan tetua (non parental singgle cross), yaitu : 1/4 [(A x C) + (A x D) + ( B x C) + ( B x D)] = 1/4 (744 + 739 + 705 + 805,5) = 748,375.
Berdasarkan ketiga cara tersebut, perkiraan dengan cara yang ketiga dilaporkan tidak banyak menyimpang dari kenyataan yang diperoleh. Pada saat ini, penggunaan singgle cross telah dipakai secara luas. Hibrida F1 (silang tunggal) mempunyai kelebihan karena mempunyai efek heterosis paling tinggi (optimal).
Beberapa cara penyerbukan dalam pembuatan varietas hibrida dapat dilakukan dengan cara manual dan pemggunaan mandul jantan (male sterility). Seperti diutarakan dimuka bahwa keunggulan varietas hibrida disebabkan oleh peristiwa heterosis. Oleh karena varietas ini merupakan tanaman F1, maka untuk menghasilkan benih selalu melalui persilangan. Pada persilangan secara manual untuk tanaman menyerbuk silang (misalnya : jagung), galur inbrida A dan B ditanam pada barisan secara berselang-seling. Dua atau tiga baris galur inbrida A (sebagai tetua betina) ditanam berseling dengan satu baris tanaman galur inbrida B (sebagai tetua jantan). Banyaknya jumlah barisan tetua betina tergantung pada keefektifan betina menerima polen atau kefektifan bunga jantan menyerbuki tetua betina, sehingga diperlukan penelitian terlebih dahulu untuk mengetahui kefektifan penyerbukan tetua jantan dan betina. Karena hanya galur inbrida B yang diharapkan menyerbuki galur inbrida A, maka sebelum bunga jantan galur inbrida A mekar atau muncul harus sudah dipotong (detasseled). Hasil panen biji dari tongkol tanaman galur inbrida A merupakan benih varietas hibrida singgle cross (A x B), sedangkan hasil biji dari tongkol tanaman galur inbrida B tetap merupakan benih galur inbrida B karena biji-biji yang dihasilkan tersebut merupakan hasil penyerbukan sendiri. Terjadinya kontaminasi penyerbukan dari tanaman jagung di sekitar lokasi produksi benih tersebut harus dihindari dengan jalan mengadakan isolasi waktu dan tempat.
Pada tanaman menyerbuk sendiri, karena tepung sari berdampingan atau menutup kepala putik, sehingga dalam penyerbukannya harus melalui emaskulasi terlebih dahulu. Pekerjaan ini membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar, sehingga untuk pembuatan varietas tanaman menyerbuk sendiri harus mempertimbangkan jenis tanaman yang akan dijadikan varietas. Untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan tanaman mandul jantan (male sterility), sehingga tidak diperlukan lagi emaskulasi. Selanjutnya, persilangan dapat dilakukan secara alami artinya kedua tetua diusahakan mengadakan penyerbukan silang di lapang.
Pada tanaman jagung (menyerbuk silang) penggunaan mandul jantan sudah banyak dilakukan untuk mengurangi biaya detasseling (pemotongan bunga jantan). Pembuatan varietas hibrida di lapang sama dengan cara manual, hanya dalam hal ini galur inbrida A sebagai tetua betina harus merupakan galur inbrida yang memiliki bunga jantan mandul. Dengan demikian, penyerbukan akan terjadi dari serbuk sari bunga jantan tanaman galur inbrida B. Isolasi waktu dan tempat harus juga dilakukan seperti halnya cara manual.
Cara lain yang sering digunakan adalah dengan memanfaatkan adanya self sterility dan incompatibility. Self sterility adalah tidak terjadinya pembuahan meskipun terjadi penyerbukan karena allel betina tidak sesuai atau tidak serasi dengan allel jantan. Incompatibility adalah terjadinya penyerbukan yang tidak berlanjut ke proses pembuahan karena faktor-faktor fisiologis, pada saat serbuk sari jatuh ke kepala putik, tidak terbentuk tabung yang mengantarkan inti jantan untuk bertemu dengan inti betina (seperti dijelaskan pada bab terdahulu). Incompatibility sudah banyak dimanfaatkan dalam pembuatan tomat hibrida. Tanaman tomat termasuk tanaman menyerbuk sendiri sehingga dengan cara pemanfaatan kondisi incompatibility akan sangat menguntungkan.
- Varietas Sintetik
Varietas sintetik dibentuk dari beberapa galur inbrida yang memilki daya gabung umum yang baik. Perbedaan antara varietas sintetis dengan varietas dengan varietas silang terbuka atau lainnya adalah genotip-genotip pembentuk varietas sintetis telah diuji kemampuan daya gabungnya. Tujuan melakukan pengujian genotip adalah untuk memperoleh genotip yang mempunyai kemampuan baik apabila dikombinasikan dalam membentuk varietas sintetik. Kemampuan daya gabung yang tinggi diharapkan dapat menghasilkan produksi tinggi pada keturunannya.
Langkah-langkah pembentukan varietas sintetik adalah sebagai berikut : (1) mempunyai beberapa galur inbred atau beberapa nomor generasi pertama dari hasil penyerbukan sendiri, (2) melakukan pengujian daya gabung dari breeding materials (galur-galur inbred) dengan melakukan test cross, terutama daya gabung umum. Berdasarkan hasil pengujian tersebut kemudian dipilih galur-galur atau nomor-nomor yang memenuhi kriteria seleksi yang dilakukan, (3) melakukan persilangan campuran (intercross) dari galur-galur atau nomor-nomor terpilih tersebut. Biji hasil persilangan ini disebut sintetik-0 (Sin-0), dan (4) menanam kembali biji-biji Sin-0 dan dibiarkan terjadi perkawinan acak (random mating) di antara individu dalam populasi tersebut. Hasil biji yang diperoleh disebut varietas sintetik-1 (Sin-1).
Dari pertanaman populasi varietas Sin-1 dilakukan pemilihan pendahuluan (dapat pula dilakukan selfing), daya berkombinasi tanaman-tanaman terpilih tersebut diuji. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dilakukan pemilihan yang dilanjutkan dengan intercross tanaman terpilih. Keturunan yang diperoleh disebut varietas sintetik-2 (Sin-2), dan seterusnya. Apabila pada pertanaman varietas Sin-1 tidak dilakukan seleksi seperti tersebut di atas, keturunan yang diperoleh tetap merupakan varietas Sin-1. Untuk mempertahankan varita sintetik dapat dialkukan dengan cara : (1) pembaruan populasi dengan galur-galur dasar, kemudian melepas generasi varietas sintetik, dan (2) pengujian biji populasi generasi lanjut, yaitu melaui pengujian di tempat terisolir untuk mengetahui apakah ada perubahan kemampuan produksi varietas baru.
Produksi varietas sintetik tergantung pada potensi genetik galur-galur tetua dan derajat silang dalam yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, untuk meramalkan naik turunnya produksi setiap generasi varietas sintetik dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
di mana : Yt = produksi generasi sin t
Y0 = produksi generasi sin-0
Y1 = produksi generasi sin-1
Fi = koefesien silang-dalam pada generasi i
Derajat silang dalam berkaitan dengan jumlah galur pembentuk varietas sintetik. Semakin sedikit jumlah galur yang digunakan untuk membentuk varietas sintetik, maka semakin dekat hubungan keturunan antara galur sehingga derajat silang dalam meningkat. Semua silang dalam terjadi pada generasi sin-1 sehingga terjadi penurunan produksi pada generasi sin-2. Penurunan ini semakin nyata apabila jumlah galur dasar sedikit. Namun pada generasi selanjutnya tingkat produksinya konstan pada generasi sin-2.
Keuntungan varietas sintetik dibandingakan dengan varietas hibrida adalah : (1) Benih varietas sintetik dapat diusahakan petani sendiri untuk generasi selanjutnya, sehingga lebih cocok dibandingkan varietas hibrida bagi petani yang kurang mampu dan (2) keragaman yang lebih besar pada varietas sintetik memungkinkan lebih tahan menghadapi tekanan lingkungan dibandingkan varietas hibrida. Kelemahan varietas sintetik dibandingkan dengan varietas hibrida adalah : (1) pada kondisi optimum, varietas hibrida umumnya mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan varietas sintetik dan (2) dalam pengujian daya kombinasi, akan lebih mudah diperoleh daya berkombinasi umum dengan jumlah galur yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas sintetik.
- Varietas Komposit
Varietas komposit dibentuk dari galur inbrida, varietas bersari bebas, dan hibrida. Genotip-genotip pembentuk varietas komposit telah diketahui potensi produksi, umur, ketahanan terhadap abiotik dan biotik serta sifat-sifat lainnya. Perbedaan dengan varietas sintetik terletak pada bahan pembentuknya yang lebih beragam. Metode pembentukan varietas komposit adalah dengan mencampur genotip ( galur inbrida, varietas bersari bebeas, dan hibrida) jadi satu dan ditanam pada beberapa generasi agar penyerbukan silang terjadi dengan baik. Setelah 4-5 generasi seleksi dapat dilakukan, di mana pada generasi ini sudah terjadi kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi gen-gen yang baik pada individu tanaman segregannya. Seleksi dilakukan untuk peningkatan sifat populasi tersebut, yang disebabkan oleh peningkatan frekuensi gen yang dikehendaki.
Adanya kombinasi antara campuran galur, varietas bersari bebas dan hibrida maka melalui perkawinan acak akan terjadi banyak kombinasi-kombinasi baru. Oleh karena itu, varietas ini dapat bertindak sebagai kumpulan gen yang sangat bermanfaat bagi program pemuliaan tanaman menyerbuk silang karena varietas ini merupakan penyimpanan plasma nutfah yang memang diperlukan bagi program peningkatan karakter suatu varietas menyerbuk silang.